Resensi ini ditulis oleh Zaitun Hakimiah NS
Silakan dibaca sampai tuntas atau kunjungi langsung blog http://wamubutabi.blogspot.co.id
Judul : Pulang
Penulis : Tere Liye
Editor : Triana Rahmawati
Penerbit : Republika
Tebal Buku : iv + 400 hal; 13.5x20.5 cm
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2015
Novel Pulang - Tere Liye |
Sinopsis Buku:
"Aku tahu sekarang, lebih
banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya. Juga mamakku, lebih
banyak tangis di hati Mamak dibanding di matanya."
Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit."
***Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit."
Pulang adalah ujung dari sebuah perjalanan. Ketika kita telah lelah dari
perjalanan panjang, melalang buana ke ujung dunia, maka ada saatnya
kita merindukan untuk kembali. Dan 'pulang' adalah istilah yang tepat
untuk menggambarkannya.
Lantas, bagaimana dengan novel "Pulang" karya Tere Liye ini? Akankah
novel ini akan menceritakan kisah seorang anak yang nantinya akan
pulang, kembali kepada orang tuanya?
Jawabannya adalah IYA, tapi akan ada kejutan-kejutan yang dihadirkan dalam novel yang diterbitkan bulan September 2015 ini.
***
Adalah Bujang, putra dari Samad dan Midah. Dia tinggal bersama kedua
orang tuanya di Bukit Barisan, jauh dari perkotaan dan hidup dengan
sederhana. Bujang tidak pernah makan bangku sekolah. Meski demikian,
Midah, mamak Bujang dengan penuh ketekunan mengajarkan Bujang membaca
dan menghitung. Tak lupa ia mengajari Bujang mengaji, adzan, sholat, dan
sebagainya. Namun, tiap kali Bujang diajar tentang pelajaran agama,
Bujang selalu dipukuli Samad, bapak Bujang.
Suatu hari, Tauke Muda, sahabat dari Samad, datang mengunjungi Bukit
Barisan. Tauke Muda beserta rombongan datang dari kota untuk sebuah misi
menangkap babi hutan yang mengganggu perkebunan warga. Dalam misi ini,
Tauke Muda mengajak Bujang untuk bergabung bersamanya. Samad pun
mengijinkan.
Saat perburuan babi hutan sudah berada di puncaknya, saat itulah
ketakutan Bujang akan apapun telah menghilang. Ia dengan membabi buta
menyerang 'Raja Babi Hutan' demi menyelamatkan Tauke Muda yang sudah
terdesak.
Setelah perburuan selesai, Bujang ikut ke kota bersama Tauke Muda. Itu sudah menjadi perjanjian antara
Tauke Muda dengan Samad, bapak Bujang. Dengan berat hati, Bapak dan
Mamak Bujang merelakan kepergian Bujang. Selain karena sebuah janji,
Bujang pun memang bersedia ikut dengan Tauke Muda dan menjadi anak
angkatnya.
Bersama Tauke Muda, Bujang dibawa ke Kota Provinsi. Lebih tepatnya ke sebuah "rumah
dengan halaman luas. Gerbang besarnya yang terbuat dari besi didorong
oleh dua orang supaya terbuka. Kompleks yang kami masuki lebih mirip
benteng. Ada banyak bangunan di dalamnya. Satu bangunan utama, paling
besar, dikelilingi rumah-rumah seperti mes, di sayap kanan, kiri, dan
bagian belakang (hal 39)."
Itu adalah rumah keluarga Tong dan Bujang kini telah menjadi bagian di
dalamnya. Demikianlah yang dijelaskan oleh Tauke Muda, pimpinan dari
keluarga Tong. Di dalam keluarga tersebut, Tauke Muda dipanggil Tauke
Besar, karena dia telah menggantikan ayah Tauke Muda atau Tauke Besar
sebelumnya yang sudah meninggal.
Keluarga Tong adalah salah satu keluarga penguasa shadow economy. Mereka bukan mafia, triad, yakuza, atau apapun itu.
Ada dua orang penting yang ada di rumah Tauke. Satu bernama Kopong,
kepala tukang pukul. Dua, Mansur, kepala keuangan, logistik, dan
lain-lain.
Kawan pertama Bujang bernama Basyir, pemuda keturunan Arab. Di keluarga
tersebut, Basyir mendapat tugas sebagai tukang pukul. Setiap hari,
Basyir menceritakan aksinya kepada Bujang. Bujang pun menginginkan pula
posisi tukang pukul di keluarga Tong. Ia pun meminta kepada Tauke
Besar.
Akan tetapi, Tauke menolaknya. Dia justru menyuruh Bujang untuk sekolah
dan belajar. Bujang dikenalkan dengan Frans, guru dari Amerika. Awalnya
Bujang menolak. Tapi, setelah kalah di amok, semacam tes untuk
menjadi tukang pukul, Bujang pun akhirnya mau belajar. Dia menyelesaikan
sekolahnya. Bahkan dia menyelesaikan kuliah master di luar negeri.
Selain sekolah, Bujang juga belajar menjadi tukang pukul. Kopong yang
mengajarinya. Dia juga mencarikan guru untuk Bujang agar dapat melatih
kemampuan beladirinya.
Bujang tumbuh menjadi pemuda yang pintar dan kuat fisiknya. Ia pun
menjadi tukang pukul nomor satu di keluarga Tong. Dia menyelesaikan
banyak masalah tingkat tinggi. Namun, masalah demi masalah muncul,
hingga tiba saatnya Sang Pengkhianat keluar dan memicu peperangan.
Siapakah pengkhianat tersebut?
Dimanakah letak 'pulang' dalam cerita?
Apakah Bujang berhenti menjadi tukang pukul dan kembali ke kedua orang tuanya yang tinggal di Bukit Barisan?
Untuk menjawab itu semua, silahkan baca bukunya
***
Cover novel ini cantik. Berwarna biru dengan motif seakan terkelupas dan ingin memperlihatkan adanya sunrise (matahari terbit). Kenapa sunrise? Bukan sunset? Karena latar belakang waktu sunrise erat kaitannya dengan jalan cerita. Ada banyak kejadian yang terjadi sebelum akhirnya sunrise tiba. Sehingga bisa disimpulkan pemilihan cover/sampul sesuai dengan isi buku.
Novel ini menggunakan alur Maju - Mundur. Sensasinya sama saat membaca novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu. Ada bagian saat menceritakan masa lalu dan ada bagian saat menceritakan masa sekarang.
Novel ini menggunakan alur Maju - Mundur. Sensasinya sama saat membaca novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu. Ada bagian saat menceritakan masa lalu dan ada bagian saat menceritakan masa sekarang.
Lagi-lagi, Tere Liye menunjukkan kecerdasannya dalam novel ini. Dia menceritakan semuanya dengan jelas dan detail.
Penembak yang baik selalu tahu kekuatan pistolnya, Bujang. Dia tahu
pelurunya akan tiba dimana, bisa menembus apa saja, dan semua tabiat
pistolnya. Bagi penembak, pistol ibarat kekasih hati, dia memahaminya
dengan baik. Kau sudah tahu, mau sampai kapan pun peluru pistolmu akan
terus menembus kaleng karena dia terlalu kuat. Maka jika misimu adalah
memasukkan peluru ke dalam kaleng, pikirkan cara lain. Letakkan dua
kaleng di sana, atau apapun yang bisa membuatnya melambat bukan malah
berusaha menyesuaikan pistolmu. Karena kau yang harus memahami pistolmu,
Bohoh, bukan benda mati yang memahamimu (hal. 178)
Paragraf diatas seakan-akan menggambarkan Tere Liye benar-benar bisa menembak dengan pistolnya, menguji teorinya.
Selain itu, ada beberapa kata yang mungkin perlu googling untuk memahami dan membayangkan keadaan dalam cerita:
Dua katana terselip dipinggangnya (hal. 104)
Joni maju menusuk, dua trisula di tangannya bergerak mengancam (hal. 282)
... penyentara para Letnan juga berbunyi. (hal. 290)
... sambil meloloskan khanjar dari balik jubahnya. (hal. 292)
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih sudah membaca postingan ini. Mari kita bersama-sama belajar dan berkarya. Silakan isikan komentar, saran, atau kritik di blog ini yang membangun demi kebaikan kita bersama. Salam karya.